koordinasi Tetrahedral (O2–);
kubik (PuIV) Bahaya Bahaya utama Radioaktif Titik
nyala Tak terbakar Senyawa terkait Senyawa terkait Uranium(IV) oksida
Neptunium(IV) oksida
Amerisium(IV) oksida Kecuali dinyatakan sebaliknya, data di atas berlaku
pada temperatur dan tekanan standar (25°C, 100 kPa)
Sesuai
dengan prinsip pengelolaan limbah, maka penyimpanan akhir (disposal) sebagai bagian
ujung belakang dari tahapan pengelolaan limbah radioaktif, bertujuan untuk
mengisolasi limbah sehingga tidak terjadi paparan radiasi terhadap manusia dan
lingkungan. Tingkat pengisolasian yang diperlukan dapat diperoleh dengan
mengimplementasikan berbagai metode penyimpanan akhir, diantaranya dengan model
penyimpanan akhir dekat permukaan (near
surface disposal = NSD)
dan penyimpanan akhir geologi (geological
disposal = GD)
sebagai pilihan yang umum untuk diterapkan di banyak negara.
Di dalam NSD, fasilitas
penyimpanan diletakkan pada atau di bawah permukaan tanah, dengan ketebalan
lapisan pelindung beberapa meter. Dalam beberapa kasus lapisan pelindung
tersebut bisa mencapai beberapa puluh meter pada tipe fasilitas rock cavern.
Fasilitas-fasilitas tersebut dikhususkan untuk limbah aktivitas rendah dan
sedang yang tidak mengandung radionuklida berumur panjang.
Fasilitas geological disposal
diletakkan pada kedalaman beberapa ratus meter hingga seribu meter di bawah
permukaan tanah, sehingga sering disebut juga dengan istilah deep geological diposal.
Fasilitas-fasilitas tersebut dikhususkan untuk limbah aktivitas tinggi dan yang
mengandung radionuklida berumur panjang
Makalah Ilmu Alamiah Dasar
02.25 |
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat AllAh SWT. Bahwa
penulis telah menyelesaikan tugas mata kuliah
Ilmu Alamiah Dasar dengan membahas pemanfaatan zat radioaktif dalam
pembuatan bahan nuklir dalam bentuk
makalah.
Dalam penyusunan tugas
atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang
penulis hadapi teratasi.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan
yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan
semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pemanfaatan zat radioaktif di zaman modern ini semakin
berkembang pesat seiring dengan kemajuan system teknologi. Zat radioaktif ini
semakin banyak digunakan dan dimanfaatkan oleh Negara-negara maju maupun Negara
berkembang. Pada era modern ini Zat
radioaktif digunakan untuk menyusun unsur-unsur
membentuk nuklir. Sejarah Perkembangan nuklir ini dimulai tahun 1896, pada saat
ahli fisika perancis Henri Becquerel menemukan gejala radioaktivitas ketika
plat-plat fotonya diburamkan oleh sinar dari uranium.Dimulai dari sini lah para
ilmuan mulai meneliti zat radioaktif dan mengembangkannya.
Sekarang berbagai
bidang sudah memanfaatkan zat radioaktif dalam aktivitasnya contohnya bidang industry,hidrologi,biologis,kedokteran,dan
pertanian.
Pada pemanfaatan dan penggunaan zat radioaktif di berbagai bidang ini tentunya harus dibekali
dengan pengelolaan zat itu sendiri, bagaimana mengelola pembuatannya,banyaknya
ukuran zat yang digunakan dan
pengelolaan limbah yang dihasilkan oleh zat radioaktif itu.
IDENTIFIKASI MASALAH
Pemanfaatan suatu teknologi selain
mempunyai dampak positif terdapat juga dampak negatif. Dampak negatif akan
muncul bila melakukan tindakan diluar prosedur yang berlaku. Dampak negatif
terburuk adalah terjadinya kecelakaan (kematian).
Penggunaan atau pemilihan energi
radiasi pada setiap penggunaan sangat perlu
diperhatikan guna mencapai keberhasilan. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengukuran dosis pada berkas radiasi
sebagai salah satu fungsi kendali kualitas dan jaminan kualitas.
RUMUSAN MASALAH
Mengingat banyaknya Negara-negara yang mulai mengembangkan
energy nuklir untuk pemanfaatan dalam bidang-bidangnya terutama akhir-akhir ini
pemanfaatan energy nuklir untuk PLTN . Maka apakah pemanfaatan nuklir itu
membuat lebih banyak efek negative atau sebaliknya.
TUJUAN DAN MANFAAT
Memberikan informasi dan analisis terhadap bahan pembuatan nuklir
Memberikan informasi pemanfaatan nuklir di bidang Industri
Mengukur System kerja atom dan radiasi serta hubungannya
Mengetahui dampak dan pengelolaan
nya dalam lingkup penjagaan lingkungan
Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
studi kepustakaan. Pemilihan metode ini karena penelitian yang dilakukan
ditujukan untuk mengidentifikasi permasalahan bahaya radioaktif dengan
mengetahui cara pengaplikasian pengetahuan tentang radioaktif dengan mengacu
pada literatur-literatur, artikel-artikel dan sumber bacaan lain.
SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika dalam penulisan paper ini terbagi dalam empat
bab. Pembagian penulisan dalam paper ini untuk memudahkan penulis dalam
menyusun hasil penelaahan terhadap permasalahan yang ada.
Dan sistematika penulisan paper ini dapat diuraikan sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini secara garis besar memuat pendahuluan, latar
belakang, identifikasi masalah,rumusan masalah ,tujuan dan manfaat penelitian,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN TEORI
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai bahan nuklir,teknik
nuklir di bidang industry, go green with nuclear, Strategi Pengelolaan Limbah
Radioaktif PLTN
BAB III KESIMPULAN
DAN SARAN
Dalam bab ini memuat tentang pokok-pokok hasil pembahasan
dari bab II . Uraian kesimpulan akan menjadi jawaban atas perumusan masalah.
BAB II
KAJIAN TEORI
BAHAN PEMBUATAN NUKLIR
1.Deuterium
Deuterium disebut juga Hidrogen-2, atau
hidrogen berat (simbol ditulis D atau 2H) merupakan salah satu
daripada tiga bentuk isotop hidrogen yang terdiri daripada protium,
deuterium, dan tritium. Deuterium merupakan isotop stabil dengan kelimpahan
alami di samudra Bumi kira-kira satu dari 6500 atom
hidrogen (~154 PPM). Dengan demikian deuterium merupakan 0.015% (0.030%
berat) dari semua hidrogen yang terbentuk secara alami. Inti deuterium,
disebut deuteron, mengandung satu proton dan satu netron,
sementara inti hidrogen paling umum terdiri dari hanya satu proton dan tanpa
netron. Nama isotop berasal dari bahasa Yunani, deuteros
yang berarti “dua”, untuk menunjukkan 2 partikel sub-atomik yang menyusun inti.
2. Plutonium(IV)
oksida
Plutonium(IV)
oksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia PuO2.
Padatan bertitik lebur tinggi ini merupakan senyawa utama plutonium. Warna
senyawa bervariasi dari kuning sampai hijau zaitun tergantung pada metode
produksi, temperatur, dan ukuran partikel.[1]
Plutonium(IV) oksida Nama IUPAC Plutonium(IV)
oksida Nama lain Plutonium dioksida
Identifikasi Nomor CAS [12059-95-9] Sifat Rumus molekul
PuO2 Massa molar 276,06 g/mol Penampilan Padatan kuning
kecoklatan. Densitas 11,5 g/cm3 Titik leleh
~2400 °C Titik didih
~2800 °C
Kelarutan dalam air tak larut Struktur Struktur
kristal Fluorit (kubik), cF12 Grup
ruang Fm3m, No. 225 Geometri
3. Plutonium-239
Plutonium-239
adalah isotop plutonium yang penting dan dihasilkan/ diproduksi melalui reaktor
nuklir, yang memiliki waktu paruh 24110 tahun (atau 2,411 x 104
tahun).
Plutonium-239 dan uranium-235 , digunakan sebagai bahan
bakar (fisi nuklir), dalam reaktor nuklir dan bom nuklir.
4.Plutonium-244
Plutonium-244
memiliki waktu paruh selama 80 juta tahun. Ini berarti lebih lama daripada
berbagai isotop plutonium lainnya, dan lebih lama daripada aktinida manapun
kecuali tiga jenis alami yang dapat diperoleh secara berlimpah, yaitu U-235
(700 juta tahun), U-238, dan Torium-232. Waktu peruh tersebut juga lebih lama
daripada isotop lainnya kecuali Samarium-146 (103 juta tahun), Potasium-40
(1.25 miliar tahun), dan sejumlah isotop-isotop hampir stabil yang memiliki
waktu paruh lebih lama dari usia alam semesta.
Pengukuran yang lebih akurat yang dimulai pada awal tahun
1970-an telah mendeteksi adanya Pu-244 primordial.[1] Mengingat usia
Bumi adalah sekitar 50 waktu paruh, maka jumlah Pu-244 yang ada kini seharusnya
sangatlah sedikit. Namun karena Pu-244 tidak dengan mudah dapat dihasilkan
dalam penangkapan neutron alami yang terjadi pada lingkungan dengan aktivitas
neutron rendah pada bijih uranium (lihat di bawah), keberadaannya tersebut
tidak dapat dijelaskan secara masuk akal selain melalui penciptaan yang terjadi
oleh proses r pada nukleosintesis di supernova. Pu-244 dengan demikian demikian
adalah isotop primordial berusia terpendek dan terberat yang telah terdeteksi
atau terprediksi secara teoritis.
Tidak seperti Pu-238, Pu-239, Pu-240, Pu-241, dan Pu-242, 244Pu
tidak diproduksi dalam kuantitas banyak oleh siklus bahan bakar nuklir, karena
penangkapan neutron selanjutnya terhadap 242Pu menghasilkan 243Pu
yang memiliki paruh waktu singkat (5 jam) dan cepat mengalami peluruhan beta
menjadi Amerisium-243, sebelum memiliki cukup kesempatan untuk menangkap lebih
banyak neutron di lingkungan yang seharusnya memiliki fluks neutron yang sangat
tinggi. Namun demikian, suatu ledakan senjata nuklir dapat menghasilkan
sejumlah Pu-244 melalui penangkapan neutron secara pesat berturutan.
5.Uranium
terdeplesi
Peluru DU dari meriam GAU-8 Avenger
Uranium terdeplesi
(‘Depleted uranium’ atau ‘DU’), adalah uranium yang
mempunyai kadar isotop U235 yang lebih rendah dari uranium alam,
biasanya sebagai akibat dari proses pengayaan uranium .
Uranium yang tersedia di alam mempunyai 3 isotop yaitu U238
, U235 dan U234, yang ditemukan di alam dengan komposisi
99,28 % U238, 0,72% U235 dan 0,0057 % U234
dengan aktivitas jenis 25,4 Bq/mg (1Bq=1 peluruhan atom radioaktif/detik). U235
adalah isotop yang fissil dan dapat meluruh sembari mengeluarkan sejumlah
energi, yang digunakan dalam industri nuklir. Industri nuklir dalam bentuk
bahan bakar reaktor dan persenjataan membutuhkan uranium dengan kadar isotop U235
yang lebih banyak (antara 2 – 94 % massa), sehingga diperlukan proses
‘pengayaan’ (enrichment) terhadap uranium alam. Dalam proses pengayaan ini, U235
disaring dan dipekatkan secara terus menerus. Uranium sisa saringan ini yang
kemudian dikenal sebagai DU, dengan komposisi 99,8 % U238,
0,2 % U235 dan 0,001 % U234.
Prinsip dari penerapan senjata berbasis DU ini dapat
dijelaskan sbb:
Bayangkanlah ada sebuah Tabung. Didalamnya ada rongga yang
berbentuk Kerucut dengan dasar kerucut tepat beririsan dengan dasar tabung.
Dinding kerucut ini terbuat dari lapisan DU, sementara ruang antara kerucut dan
tabung diisi dengan bahan peledak konvensional (anggaplah TNT). Di dasar
kerucut terdapat sebentuk ‘pipa’ kecil (lebih kecil dari tabung) yang sumbunya
tepat berada pada sumbu tabung dan kerucut, mengarah keluar. Pipa ini tertutup,
diujungnya terdapat detonator dan sekering sumbu waktu. Karena tertutup, maka
rongga tadi dibuat hampa udara. Jika TNT yang mengelilingi rongga kerucut tadi
diledakkan, tekanan dan panas yang dihasilkannya akan membuat DU yang menyusun
ujung dan bagian tengah dinding kerucut mencair dalam derajat yang berbeda. Di
ujung kerucut DU mencair sempurna dan oleh tekanan ledakan ia akan bergerak mengalir
keluar (menyusuri pipa) dengan kecepatan 10 km/detik (ini diistilahkan dengan
jet). Sementara DU yang menyusun bagian tengah dinding kerucut hanya mengalami
pencairan sebagian sehingga membentuk gumpalan-gumpalan kecil logam (pasir
logam) yang larut dalam cairan DU (dinamakan slug), dan melesat dengan
kecepatan 1000 m/detik melalui pipa. Jet dan slug inilah yang dengan mudah
mampu menembus dinding lapis baja (setebal apapun) akibat kecepatan dan sifat
cairnya. Penembusan ini menyebabkan bagian dalam kendaraan lapis baja itu
terpanaskan dengan hebat, dan membuat tanki bahan bakar solar-nya meledak
sehingga kendaraan lapis baja ini akan terbakar dan personel yang ada
didalamnya terpanggang. Jet dan slug inilah yang merupakan bagian dari efek
Munroe, dan belum ada material baja yang mampu menangkalnya (meski material
baja tersebut sanggup menahan gelombang tekanan produk ledakan senjata nuklir
sekalipun)[rujukan?].
Senjata-senjata yang mengandung DU itu seluruhnya merupakan
senjata anti tank dan anti kendaraan lapis baja, seperti rudal TOW (jarak
jangkau 2 km), rudal Hellfire (yang dipasang di helikopter serang AH-64 Apache
), rudal LAW (milik Inggris, mirip dengan TOW), rudal Matra (milik Perancis,
mirip dengan TOW) atau peluru bazooka model RPG-7 (buatan Uni Soviet, sangat
populer di kalangan gerilyawan).
Teknik nuklir di bidang Industry
Salah satu pemanfaatan teknik nuklir menggunakan irradiasi
adalah untuk meningkatkan kualitas produk. Tidak banyak diketahui, sudah banyak
produk-produk industri yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari mengandung
komponen yang proses pembuatannya melibatkan teknologi irradiasi.
Barang-barang dari plastik untuk keperluan rumah tangga dapat dibuat melalui
proses polimerisasi radiasi. Produk berupa pesawat televisi maupun mobil
mengandung kabel yang pembungkusnya diperkuat oleh proses irradiasi. Lapisan
permukaan tipis pada baterai jam digital atau kalkulator, demikian juga floppy
disc dan video tape diproses menggunakan teknologi irradiasi.
Penggunaan teknologi irradiasi paling besar diaplikasikan dalam
proses kimia suatu industri. Karena membawa energi yang cukup tinggi, radiasi
dapat bertindak sebagai katalis untuk merangsang terjadinya perubahan kimia suatu
bahan, salah satunya adalah untuk merubah bahan kimia sejenis molekul atau
lebih menjadi molekul yang lebih besar. Secara umum dapat dikatakan bahwa
polimerisasi merupakan usaha untuk memadukan becairan dari senyawa organik
dalam golongan monomer menjadi polimer. Salah satu sifat dari monomer adalah
ketika menerima paparan radiasi bahan monomer dapat berubah menjadi bahan baru
yang disebut polimer, yaitu bahan padat yang sangat keras pada suhu
kamar. Di industri, teknologi irradiasi dipakai untuk memproduksi plastik
bermutu tinggi yang memiliki sifat yang sangat kuat serta tahan terhadap panas.
Polimerisasi merupakan reaksi kimia yang menggabungkan dua
berapa unsur menjadi satu zat yang berpadu. Teknik polimerisasi radiasi
merupakan salah satu dari pemanfaatan radiasi untuk memodifikasi polimer.
Tujuannya adalah mengolah bahan mentah yang berasal dari alam maupun
sintesanya, seperti polietilen dan polipropilen, menjadi bahan setengah jadi
atau bahan jadi.
Polimer dibuat dari bahan yang disebut monomer, yaitu sejenis
gas maupun cairan dengan molekul tunggal yang saling terpisah. Apabila
mendapatkan energi dari radiasi, monomer ini akan saling berikatan membentuk
molekul raksasa yang lebih komplek yang disebut polimer. Senyawa inilah yang
selanjutnya dijadikan sebagai bahan dasar untuk pembuatan plastik. Selain untuk
membuat polimer, teknologi irradiasi juga dapat dipakai untuk memodifikasi
sifat polimer tersebut. Modifikasi polimer ini merupakan suatu upaya untuk
memperbaiki sifat-sifat polimer sehingga menjadi polimer baru dengan mutu yang
lebih baik. Sebagai contoh adalah polimer polietilen yang biasa dikenal sebagai
salah satu termoplastik dan sering digunakan untuk bahan pembungkus, ternyata
dapat dimodifikasi sehingga dapat dipakai sebagai bahan isoasi kabel yang tahan
terhadap panas.
Isu lingkungan telah memaksa industri untuk mengkaji ulang
bahan-bahan yang digunakan dalam proses produksi, terutama yang berbahan baku
plastik yang tidak dapat didegradasi oleh alam. Berbeda dengan teknik
polimerisasi konvensional yang umumnya menggunakan bahan kimia dan panas agar
terjadi reaksi penggabungan, pada polimerisasi radiasi penggunaan bahan kimia
dan panas sangat sedikit, sehingga secara ekonomi prosesnya lebih
menguntungkan, di samping teknologinya sendiri dinilai bersih dari pencemaran
lingkungan, tidak menggunakan bahan-bahan kimia karsinogenik (bahan yang dapat
merangsang tumbuhnya kanker dalam tubuh) serta bahan beracun lainnya. Di
samping itu, pembuatan polimer dengan radiasi ini dapat dilakukan dalam berbagai
kondisi dan dapat dikontrol dengan teliti.
Peralatan berteknologi tinggi yang dipakai untuk
polimersasi radiasi adalah Mesin Berkas Elektron (MBE). Prinsip kerja dari alat
ini adalah menghasilkan berkas elektron dari filamen logam tungsten yang dipanaskan.
Berkas elektron selanjutnya difokuskan dan dipercepat dalam tabung akselerator
vakum bertegangan tinggi hingga 2 juta Volt (2 MV). Di negara maju, teknologi
irradiasi ini sudah diterapkan dalam berbagai kegiatan industri, sehingga
banyak sekali produk bermutu tinggi yang telah dihasilkan oleh industri yang
memanfaatkan teknologi irradiasi ini.
Kabel tidak pernah dapat dipisahkan dari listrik. Hampir pada
setiap barang elektronik dapat kita jumpai kabel di dalamnya. Secara umum,
kabel yang kita kenal biasanya terdiri atas satu atau lebih logam konduktor
(logam yang sangat baik dalam menghantarkan arus listrik) yang dibungkus dengan
bahan isolator (bahan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik). Kabel jenis
ini sering kita temui baik untuk transmisi arus listrik maupun pengiriman pulsa
listrik dalam telekomunikasi. Kita juga dapat menjumpai jenis kabel untuk
pembakaran, seperti dalam mesin mobil.
Isolasi kabel listrik umumnya dibuat dari bahan plastik
polietilen atau polivinil chlorida (PVC). Kedua polimer ini merupakan jenis
linier, yaitu polimer yang melunak atau leleh apabila dipanaskan. Kelemahan
bahan isolasi ini tentu tidak diinginkan untuk kabel yang digunakan pada alat
atau instalasi tertentu. Kabel untuk mesin mobil misalnya, karena berada di lingkungan
yang panas, harus tahan dan tidak rusak karena pengaruh panas dari mesin.
Pemanfaatan polimer hasil irradiasi dalam industri yang paling
banyak adalah untuk pembuatan bahan isolasi kabel listrik. Irradiasi
menyebabkan rantai molekul panjang pada polimer bergandengan pada tempat-tempat
tertentu yang prosesnya dikenal sebagai pengikatan silang (crosslinking).
Energi radiasi dapat merangsang terjadinya ikatan silang antar polimer sehingga
terbentuk jaringan tiga dimensi yang dapat mengubah sifat polimer. Peristiwa
inilah yang sebenarnya menyebabkan bahan isolasi kabel lebih tahan terhadap
panas dan listrik tegangan tinggi.
Proses terjadinya ikatan silang pada polimer
Plastik PVC yang dibuat dari bahan polimer hasil irradiasi dapat
mempertahankan kepadatannya pada temperatur yang jauh lebih tinggi dibandingkan
plastik PVC biasa (hasil proses kimia). Dengan teknologi irradiasi ini, bahan
isolasi kabel menjadi lebih kuat, lebih elastis, dan lebih tahan terhadap
minyak serta larutan kimia lainnya. Kelebihan ini dapat dicapai tanpa
menyebabkan perubahan sifat kelistrikan maupun daya isolasinya.
Teknologi irradiasi juga dapat memodifikasi polietilen menjadi
produk polimer yang dapat menyusut volumenya apabila diberi perlakuan panas
yang sering disebut sebagai heat shrinkable tube. Produk ini banyak
digunakan dalam industri listrik untuk mengisolasi sambungan-sambungan listrik.
Heat shrinkable tube juga sering digunakan dalam industri telekomunikasi
untuk membungkus satuan-satuan kabel seperti satuan kabel telepon, agar
terlindung dari pengaruh luar, lebih awet, aman serta dapat ditanam di bawah
tanah. Teknologi irradiasi sangat efisien dan ekonomis untuk memproduksi bahan
isolasi kabel berdiameter kecil yang sangat banyak dipakai dalam industri
elektronika yang memerlukan akurasi tinggi, seperti komputer dan pesawat
telekomunikasi.
Kabel dengan isolasi polimer hasil proses irradiasi telah berada
di pasaran dan ternyata memiliki nilai komersial karena bermutu tinggi. Untuk
beberapa jenis produk barang elektronik, penggunaan kabel bermutu tinggi ini
seringkali menjadi syarat mutlak, sehingga produk yang dihasilkannya
benar-benar dapat diandalkan dan berdaya saing.
Kabel tahan panas banyak dimanfaatkan untuk mesin mobil
Go green with nuclear
Sejak isu pemanasan global yang lebih dikenal dengan global
warning ramai dibicarakan orang, baik ditingkat internasional maupun lokal,
kepedulian akan lingkungan telah menjadi isu utama dalam kehidupan manusia.
Gerakan peduli lingkungan menjadi gerakan dari tingkat nasional sampai tingkat
RT/RW. Semboyan Go Green menjadi begitu popular dan bergerak secara serempak di
hampir seluruh penjuru dunia.
Isu pemanasan global saat ini bukan sekedar isu, tetapi memang
nyata dan dapat dilihat serta rasakan dari fenomena yang ada seperti perubahan
iklim, kenaikan permukaan air laut, penurunan hasil panen pertanian dan
perikanan, serta perubahan keanekaragaman hayati.
Praktek dari gerakan go green, termasuk mengurangi konsumsi
karbon tiap orang per kapita (carbon footprint) atas berbagai sumber
daya; baik yang tidak bisa diperbarui seperti; minyak bumi, gas dan mineral,
dan sumber daya kritis seperti pohon, air, lahan marginal, bahan-bahan kimia
pembuat polymer(plastik), dan turunannya.
Pada prinsipnya, Go Green bukan sekedar gerakan moral
dalam membangun kesadaran terhadap lingkungan, tetapi lebih jauh merupakan
gerakan taktis dan strategi guna mengantisipasi perubahan iklim di masa
sekarang dan yang akan datang. Singkatnya, gerakan Ini tentang suatu era
pembaruan pikiran dan perbuatan konkrit yang taktis untuk mengintegrasikan
kehidupan. Karena itu tidak salah jika Go Green merupakan hadiah
termahal yang dapat kita berikan pada anak cucu kita. Konsep Go Green
atau kembali ke alam dengan memperhatikan kondisi lingkungan, sangat besar
pengaruhnya terhadap keberhasilan mengurangi ancaman pemanasan global.
Sektor energi memiliki peranan penting dalam mendukung
pembangunan berkelanjutan karena segala aktivitas manusia membutuhkan pasokan
energi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hingga saat ini, pasokan
energi nasional masih bergantung pada sumber energi fosil yaitu minyak bumi,
gas, dan batu bara. Selain untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri,
sumber energi fosil tersebut juga diekspor ke negara lain dan merupakan salah
satu sumber penerimaan negara dan devisa yang utama.
Namun dalam perkembangannya ke depan, keberlanjutan sektor
energi dalam mendukung pembangunan nasional akan menghadapi berbagai kendala,
terkait dengan ketidakseimbangan antara laju penyediaan energi dan laju
kebutuhan energi dan ketergantungan pada sumber energi fosil yang masih tinggi
sedangkan cadangan sumber energi alternatif (termasuk sumber energi
terbarukan), belum banyak dikembangkan dan dimanfaatkan karena berbagai faktor
dan kebijakan yang belum sepenuhnya mendukung.
Penggunaan sumber energi fosil diproyeksikan akan masih terus
meningkat karena upaya peningkatan rasio elektrifikasi (saat ini masih 54%),
penanggulangan krisis pasokan listrik di berbagai wilayah di Indonesia, serta
keterbatasan dana untuk pembangunan infrastruktur yang terkait dengan
penggunaan sumber energi alternatif dan sumber energi terbarukan. Dengan
demikian, beban lingkungan akibat pembakaran bahan bakar fosil masih tetap akan
berlanjut dan dalam kurun waktu dekat justru akan semakin meningkat. Beban
lingkungan ini berupa peningkatan pemanasan global (global warming)
akibat meningkatnya Gas Rumah Kaca (GRK)atau Green House Gases, (GHG)yang
dihasilkan oleh pembangkit berbahan bakar fosil, khususnya minyak, gas dan batubara.
Peningkatan beban lingkungan karena penggunaan bahan bakar fosil
telah dicoba diantisipasi dan dikurangi dengan berbagai upaya antara lain
melalui ”Blue Print Pengelolaan Energi Nasional” (Pepres No 5 Tahun 2006) yang
dilengkapi dengan ”road map” untuk masing-masing sektor pemangku
kepentingan maupun sektor pendukungnya.
Hal yang menggembirakan adalah bahwa Pemerintah melalui
pernyataan Presiden RI pada Forum G-20 di Pittsburgh, USA tahun 2009 dan pada
COP 15 di Copenhagen menyampaikan bahwa Indonesia bisa menurunkan
emisi sebesar 26% dan bahkan bisa mencapai sebesar 41% dengan bantuan negara
maju hingga tahun 2020. Hal ini diulangi lagi pada kunjungan Presiden ke
Norwegia akhir bulan Mei 2010.
Nuklir Green Energy?
Sektor tenaga listrik memberikan kontribusi paling besar
bertambahnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir karena sebagian besar
pembangkit di Indonesia yakni 89,5% menggunakan bahan bakar
fosil.Sebagai ilustrasi setiap kWh energi listrik yang diproduksi oleh
penggunaan energi fosil menghasilkan gas rumah kaca sebesar 974 gr CO2,
962 mg SO2 dan 700 mg NOX.
Gambar 1. Besarnya Emisi CO2 dari pembangkit listrik
Dari data diperoleh dari IAEA (International Atomic Energy
Agency) bahwa polusi yang dihasilkan oleh pembangkit paling banyak bersumber
pada pada pembangkit yang menggunakan bahan bakar fosil yakni batu bara, minyak
bumi atau solar dan gas alam (gambar 1). Sedangkan energi nuklir hanya
menghasilkan 9 – 21 gram CO2/kWH. Studi ini berdasarkan dengan
metode Life Cycle Analysis, suatu analisis yang menyeluruh dari hulu
sampai hilir. Dari penambangan, transportasi, konstruksi pembangkit sampai
operasi. Hal ini menunjukkan bahwa diantara pembangkit listrik, nuklir
merupakan pembangkit yang bersih, sehingga nuklir digolongkan ke dalam energi
hijau (green energy).
Potensi Pengurangan Karbon dari pemanfaatan energi nuklir
Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menemukan pembangkit
listrik yang memilliki kapasitas tinggi, memiliki nilai ekonomis sekaligus
tetap menjamin kelestarian lingkungan. Teknologi pembangkit yang dipakai untuk
semua pembangkit tidak banyak berbeda, yang memberikan perbedaan adalah energi
yang dipakai untuk pembangkitan.
Secara umum pembangkit tenaga listrik bekerja dengan prinsip
elektromagnetik yakni perpotongan medan magnet akibat dari pergerakan kutub
magnet (rotor) didalam kutub magnet tetap (stator) akan menghasilkan arus
tegangan. Proses ini terjadi di generator listrik yakni mesin listrik yang
mengkonversi energi mekanik atau gerak menjadi energi litrik. Untuk
membangkitkan energi listrik, generator digerakakan oleh berbagai energi pada
umumnya tiga glongan yakni energi pertama energi fosil: minyak, batubara,
dan gas alam, kedua energi terbarukan, seperti: hidro, matahari/solar,
angin, dan panas bumi serta energi nuklir.
Produksi listrik Indonesia pada tahun 2007 bersumber dari energi
fosil sebesar 80% terdiri dari batubara 52%, BBM 5%, gas 23%, hidro
9% dan panas bumi 9% dengan kapasitas listrik terpasang sekitar 25.681
MWe yang terdiri dari 22.231 MWe atau 86,6 % diproduksi oleh PLN dan 3.450 MWe
atau 13,4 % diproduksi oleh perusahaan listrik swasta.
Kondisi ini menunjukan bahwa ketergantungan pembangkit listrik
di Indonesia terhadap energi fosil cukup besar dan hal ini telah memicu
krisis ekonomi di Indonesia sekaligus menyebabkan krisis ekologi. Krisis
ekologi dimungkinkan karena setiap penggunaan BBM akan menghasilkan emisi gas
buang yang cukup signifikan.
Dengan demikian salah satu solusi untuk mengurangi penyebab
krisis lingkungan hidup global adalah pembenahan di sektor kelistrikan melaui
upaya pemanfaatan sumber energi listrik yang ramah lingkungan dan juga secara
ekonomis memberikan keuntungan sehingga mudah dijangkau oleh kalangan ekonomi
yang paling bawah.
Beberapa alternatif yang dapat ditawarkan yang dapat
dilaksanakan di Indonesia dalam konteks saat ini adalah pengembangan penggunaan
energi panas bumi dan penggunaan energi nuklir serta penggunaan peralatan
penangkap karbon (Carbon Capture and Storage, CCS). Energi terbarukan
lainnya untuk jangka pendek belum dapat dimanfaatkan secara maksimal
berdasarkan pertimbangan efisiensi danekonomi. Kedua jenis energi ini, yaitu
energi nuklir dan panas bumi memiliki keunggulan dibandingkan dengan energi
fosil dari aspek lingkungan dan ekonomi.
Hasil studi Re-evaluasi CADES menunjukkan bahwa emisi CO2
di Jamali dengan skenario dasar dan asumsi tanpa upaya penurunan
emisi,meningkat sangat pesat dari 97 juta ton pada tahun 2005 menjadi 478 juta
ton pada tahun 2025 dan meningkat sebesar 3.322 juta ton pada tahun 2050.
Dengan melakukan upaya bauran energi sesuai Perpres Nomor 5 Tahun 2006 yaitu
dengan penggunaan 4% energi nuklir, maka kemampuan untuk menekan emisi CO2
masih sangat kecil yaitu hanya sebesar 9,1%. Sedangkan hasil optimasi dengan
menggunakan opsi nuklir secara masif yaitu 38 GWe pada tahun 2025 dan 226 GWe
pada tahun 2050, akan dapat mengurangi emisi CO2 secara signifikan
sebesar 36,6% pada tahun 2025 dan 56,6% pada tahun 2050 (Gambar 2).
Gambar 2. Perbandingan emisi CO2.
Strategi Pengelolaan
Limbah Radioaktif PLTN
Disposal limbah radioaktif
Bab III
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN DAN SARAN
Semakin berkembangnya zaman maka semakin banyak pula
kebutuhan yang dibutuhkan manusia dari kebutuhan primer sekunder dan
pemanfaatan energy . dengan semakin banyak kebutuhan manusia ini maka teknologi
semakin dikembangkan untuk mendukung
pemenuhan kebutuhan ini.
Semakin berkurangnya sumber daya alam yang dihasilkan maka
semakin mendorong ilmuwan untuk menemukan alat atau pemanfaatan energy
alternative., sampai seorang ilmuwan menemukan zat radioaktif ini untuk
penyusun pembuatan nuklir.
Zat radioaktif sangat sensitifitas jika salah dalam
penggunaanya. Akan sangat berakibat fatal terhadap lingkungan.maka dari itu
dalam setiap pemanfaata zat radioaktif harus sesuai dengan prosedur.
Dan semua pembangunan harus didasarkan ramah lingkungan agar
lingkungan kita tidak terganggu dan tetap bisa seimbang sehingga bisa
mengurangi menipisnya lapisan ozon.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar